Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2011

Pesawat Kertas Pembawa Kebenaran

Suasana subuh yang begitu mempesona awan-awan keoren-orennan menyambut dibalik jendela. Dari ufuk timur terpercik secercah cahaya kekuning-kuningan yang siap untuk melaksanakan tugasnya hari ini. Sinar itu berlahan membesar dan akhirnya akan menerangi seluruh jagad raya nantinya. Seorang gadis sedang melakukan inspirasi untuk menyegarkan otaknya. Sejuk udara subuh itu merupakan antivirus baginya agar bisa menetralkan isi kepalanya. Kembali ia memandang perumahan disekelilingngya. “ Rumah? ” gumam gadis itu dalam hati. “ inikah rumah? ” ia bertanya sekali lagi kepada hatinya. “ pantaskah ini disebut dengan rumah idaman? ” ia bertanya sekali lagi , tapi tidak kepada hatinya melainkan kepada organ tubuhnya yang lain. Bunyi kuali, panic berserta kawan-kawannya terdengar begitu hiruk-pikuk. Bahkan karena ia tinggal dikawasan rumah makan atau restaurant, itu semua melainkan suara perlalatan dapur yang menjadi korban pertikaian antara bibi dan pamannya. Telah 10 tahun ia tinggal ber...

Lebih Indah

“PANAS!” ucapku saat merasakan hawa panas dikamar yang sedang kutempati. Kuputuskan untuk pindah ke kamar belakang yang menurutku lebih sejuk. Kupandangi rintik-rintik hujan berharap gemerciknya bisa mengalihkan perhatianku yang sedang tak karuan ini. Kucoba mengambil salah satu novel yang memang belum pernah kubaca. “tidak menarik!!” gerutuku. Kuhenyakkan tubuhku ke kasur. Entah kenapa perasaanku selalu saja kesal akhir-akhir ini. Kekesalan ini telah hinggap sejak kemarin. Ingin kuberusaha untuk ikhlas tapi entah mengapa setan di sebelahku ini terlalu hebat mempengaruhiku. Sudah kucoba untuk mengalahkannya dengan melakukan aktifitas lain, tapi hasilnya nihil. Kuhiraukan siapa saja yang memangilku sedari tadi. Dan berharap Via maupun Ify tak tiba kerumahku hari ini di saat perasaanku yang sedang tak bersahabat ini. Hujan semakin deras mungkin terasa cukup dingin. Tapi tidak! Bagiku. Semakin deras hujan maka semakin kencang kuputar kipas angin di kamar kakakku yang berputar- putar d...

Tulisan 1

Mari pandang sekeliling. Zaman sekarang tak asing lagi bagi kita mempunyai handphone. Bahkan anak-anak Sekolah Dasar telah memiliki benda kecil nan canggih ini. Memiliki lebih dari satu handphone itu sudah sangat biasa. Sekarang mari kita melihat kesisi lain. Orang tua, tak bermaksud menyalahkan orang tua. Tapi semua yang didapat anak tentulah pemberian dari orang tua karena rasa sayangnya. Ada seorang ibu yang berkerja keras untuk membelikan anaknya sebuah motor padahal pekerjaan beliau hanyalah penjual gorengan. Mirisnya lagi motor itu hanyalah kebutuhan tersier bagi anak. Hanya sekedar untuk unjuk pamer belaka. Padahal kebutuhan primer masih menanti untuk dituntaskan. Apakah itu rasa sayang? Ada seorang ayah. Beliau merupakan pimpinan sebuah perusahahan. Selalu berkeliling kota. Ramah, tidak sombong dan bersahabat dengan tetangga. Ia memiliki anak yang nantinya diharap bisa menjadi seperti dirinya. Semua kehendaknya diikuti. Disetiap kamar anaknya diisi dengan fasilitas lengka...

Mu(t)heSai: Tanpa Judul

Hari ini aku hanya ingin menulis. Menulis selagiku mampu membuat 1500 tulisan. Tulisan yang nanti bisa membawaku terbang menggapainya. Remaja adalah tema yang cocok bagiku untuk menuangkan isi fikiranku. Remaja adalah masaku saat ini. Saat dimana aku harus mulai menentukan dasar perpijakan ku kelak. Agar dapai meraih masa depan yang cerlang. Aku dan semua tentangku. Berharap akan bisa menjadi seorang yang berharga nantinya. Aku suka bermimpi. Bermimpi bisa berkunjung ke negri jamur. Sebagaimana yang ada di dongeng-dongeng ya kerap ku baca dan ku lihat. Yang ku tahu tulisan bisa membuahkan keberhasilan bagi penciptanya, yang bersunguh-sungguh menekuni dunia itu. Dunia kata yang bisa membuat kita terbang. Tulisan indah yang tercipta ditangan-tangan pemilik kata. Tanggan yang bisa memadupadankannya. Fikiran dan imajinasinya yang kental. Sehingga tercipta karya yang magis. Menulis menjadikanku sebagai "Tuhan", aku bisa membuat apapun yang kusuka. Negri kertas sekalipun. ...

Tak Mau

Ku tak mau... Tak mau akan semua itu... Semu... Tak mau terus begini Netral... Meski aku menimbun lara Hanya untukmu Berusaha mengalah Mengalah agar indah Tak mau... Tak mau aku, kau jadikan gundu... Kau biarkan saat usai bermain Menahan rasa kesal demi semua Semua... Hening yang kau torehkan Membuatku enggan tuk merayumu Segelumitpun kata manis Tidak! Jangan kau harap Aku sabar menanti kau lunak Sabar menunggu! Tapi jika kau terus begitu Aku akan mati Mati dalam hidupmu selamanya.

Meredup

Di tengah keramaian kota Kucoba menggenggam tetes demi tetes Yang jatuh dikala awan mulai kelabu Kini ia telah memenuhi jemariku Ia enggan... Enggan akanku genggam Berlahan menyusup disela-sela jariku Hilang... Dan hilang seketika... Kutebus keramaian kota Mencari tempat kala payungku Menepis ia agar agar tak lagi menyapaku Membasahi asa dalam diriku Yang kini redup, menyemu... Seredup langit yang mengatapiku Inginku jangkau ia kembali cerah Ah, sia...! Belum mampu aku menjangkaunya Haruskah ku tempuh tanah tertinggi kota ini? Hingga bisa mengengamnya Tuk kembali cerah...

Tak Mengerti versi Duo

Aku kembali menuju ruang kelas dengan melewati jalan yang sama. Ternyata mereka masih enggan beranjak dari sana. Dengan terpaksa aku kembali berpapasan dengannya. Aku melangkah dengan pasti tanpa sedikitpun rasa takut. Dari ujung sudut mata aku melihat salah satu dari mereka berdiri. Kemudian mensejajarkan langkahnya denganku. "Kamu marah Hey?" tanyanya datar. "Tidak" jawabku dengan intonasi yang lebih datar. "Kalau gitu kamu harus temani aku sore nanti" tukasnya sambil menepuk bahuku dan kembali bergabung dengan teman-temannya. "Owh!" ia menepuk bahuku cukup keras. "Finan! Aku belum mengatakan aku setuju!" ucapku berteriak padanya. Ia membalikan badan sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Sungguh lelaki aneh. ** Suara klakson bertubi-tubi diikuti dengan handphoneku yang berbunyi. From: Finan "Buruan!!!" Pesan yang ia kirim memberi kesan bahwa ia sedang memerintahku. Bukankah ia yang memintaku untuk...

Tak mengerti

Aku belum sepenuhnya mengenal dunia itu. Dunia yang kerap menyelimuti para remaja seusiaku. Mungkin dunia itu terlampau jauh dariku. Ia terselip terlalu dalam dijiwaku. Membuatku sulit untuk menumbuhkan dan merasakannya. * Senyum kecutku suguhkan untuk sekian kali kearahnya. Lagi-lagi ia memberiku setumpuk buku yang tiapnya memiliki ketebalan yang beraneka. "Apa kamu tidak bisa menyingkirkan buku-buku itu dariku?" ucapku padanya. "Hey, ku mohon sekali ini saja bantu aku..." "Sekali? Bukankah selalu ucapan yang lidahmu ucapkan?" selaku padanya. "Sungguh! Ini untuk yang terakhir kalinya Hey..." ia kembali memelas kearahku. "Tidak! Dan aku tidak akan pernah membuatkan tugasmu lagi Fin" ujarku seraya keluar dari perpustakaan. Ia-Finan- hanya menghilangkan moodku saja hari ini. Aku tak akan pernah lagi mau diperbudak oleh lelaki 'badung' itu. Kenapa harus aku yang ia pilih menjadi temannya dari sekian banyak siswi di...