Tak Mengerti versi Duo

Aku kembali menuju ruang kelas dengan melewati jalan yang sama. Ternyata mereka masih enggan beranjak dari sana. Dengan terpaksa aku kembali berpapasan dengannya. Aku melangkah dengan pasti tanpa sedikitpun rasa takut. Dari ujung sudut mata aku melihat salah satu dari mereka berdiri. Kemudian mensejajarkan langkahnya denganku.

"Kamu marah Hey?" tanyanya datar.

"Tidak" jawabku dengan intonasi yang lebih datar.

"Kalau gitu kamu harus temani aku sore nanti" tukasnya sambil menepuk bahuku dan kembali bergabung dengan teman-temannya.

"Owh!" ia menepuk bahuku cukup keras. "Finan! Aku belum mengatakan aku setuju!" ucapku berteriak padanya. Ia membalikan badan sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Sungguh lelaki aneh.
**

Suara klakson bertubi-tubi diikuti dengan handphoneku yang berbunyi.
From: Finan
"Buruan!!!"

Pesan yang ia kirim memberi kesan bahwa ia sedang memerintahku. Bukankah ia yang memintaku untuk menemaninya? Lekasku ganti baju jika aku berlama-lama ia pasti tidak akan berhenti membunyikan klakson motornya. Untunglah ibuku tidak ada di rumah. Jika ada pasti ia akan bernasib buruk. Seperti kala pertama ia kerumahku dengan berpakaian bak pereman pasar kelas kakap. Ku buka pintu rumahku. Kulihat penampilannya kini jauh berbeda dengan dulu. Setidaknya rambutnya telah rapi. Tangan dan lehernya tidak lagi dipenuhi aksesoris serba hitam. Mungkin ia telah kapok dimarahi ibuku. Tanpa menunggu isyaratnya aku langsung duduk diatas motornya.

"Apa kamu yakin degan posisi dudukmu?" tanyanya saat menoleh kebelakang dan duduk seperti orang yang bermusuhan dengannya. Emh, aku memang sedang marah padanya.

"Emh...!" ucapku pelan sambil terus memainkan handphone.

"Pinggangmu akan sakit jika duduk seperti itu!"

"Itu salahmu!"jawabku lagi. Ia membuka kaca helmnya, terlihat kerutan di dahinya.

"Iya, itu salahmu! Kemapa harus motor dengan tempat duduk 'curam' seperti ini yang kamu kendarai? Walau terlihat keren aku tetap tidak suka. Aku juga tak akan memegang pinggangmu"
kataku. Ia menatapku, entah tatapan apa itu.

"Hei...!!!" ujarku lagi saat ia mengas motornya secara mendadak. Refleks aku langsung mencubit lengannya. Aku mendengar ia mengaduh pelan dan mulai memperlambat motornya.

"Mau beli apa disini?" tanyaku seraya memberikan helm padanya. Ia mengangkat bahunya sambil mengelus-ngelus lengan kanannya.

"Kenapa? Coba aku lihat!" kataku lagi. Ia menyingsingkan lengan bajunya.

"Cubitanmu parah!" tukasnya saat melihat lengan kanannya yang membiru. Aku hanya terkekeh dan melangkah memasuki pusat perbelanjaan.

"Kamu tidak marah?" kembali aku bertanya.

"Emh, entalah! Seharusnya aku marah. Tapi sepertinya aku tidak bisa marah denganmu" jawabnya sambil menoleh padaku.

Aku menganguk pelan. Sejenak berfikir. Benar Finan tidak pernah marah padaku, kecuali jika aku mengatakan sesuatu yang tidak ia lakukan. Seperti waktu itu.

"Gara!" ada seseorang yang memanggilnya dari belakang. Ia akrab dipanggil Gara oleh teman-temannya. Karena namanya Finan Anggara. Mungkin hanya aku saja yang memanggilnya 'Finan'. Panggilan Finan akan lebih berkesan kalau ia adalah anak baik-baik.

"Hai, Bro!" respon Finan.

"Cewek lo?" tanya temanya lagi.

"Bukan!" potongku dengan sigap sebelum Finan menjawabnya dengan 'iya' aku tak mau jadi pacar dadakannya. Sudah dua kali ia mengubah statusku seenaknya. Aku tak mau ini akan menjadi yang ketiga kalinya.

"Kesana Yuk!" tambahku sambil menarik lengan bajunya.

"Buruan Fin kamu mau beli apa?"

"Ngga ada!" jawabnya pendek.

"Terus ngapain kita kesini? Kalau gitu kita makan aja deh! Aku lapar kepengen sate. Tenang aku yang traktir" kataku sambil berjalan menuju pintu keluar pusat perbelanjaan.
**

Sambil menunggu pesanan sate yang belum datang, seperti biasa aku memainkan games diponselku.

"Umur lo berapa Sih?" tanyanya dan lagi-lagi ia menganti subjek. Apa ada perkataanku yang salah? Sepertinya tidak, karena dari tadi aku hanya diam. Aku baru ingat kalau ia memang tipijal orang yang tidak konsisten. Tak seperti aku yang selaku mengunakan subjek aku-kamu kesetia orang. Sedang ia? Sepertinya hanya padaku saja.

"17 terus-lo-mau-apa?" jawabku meniru gaya bicaranya.

"Udah Hey, kamu nggak pantas pakai bahasa gituan" katanya sambil terkekeh. Pesanan sate yang dinantipun tiba. Langsung kusantap dengan penuh suka cita dan tidak menghiraukan ia yang masih terkekeh.

"Kamu nggak suka sama cowok gitu?" katanya lagi.

"Sukalah, kamu fikir aku nggak normal? Yah, walaupun aku belum punya pengalaman.hehe" paparku sambil terus memakan tusuk demi tusuk sate.

"Terus siapa yang kamu taksir?"

"Tumben, kalau kamu lagi naksir cewek bilang aja. Ngga usah pake prolog panjang lebar" jawabku sekenanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mu(t)heNote : Bangga itu

Ngekos bareng bang Apin ( Republik Idola seri 1)

Orang yang pertama