Lebih Indah

“PANAS!” ucapku saat merasakan hawa panas dikamar yang sedang kutempati. Kuputuskan untuk pindah ke kamar belakang yang menurutku lebih sejuk. Kupandangi rintik-rintik hujan berharap gemerciknya bisa mengalihkan perhatianku yang sedang tak karuan ini. Kucoba mengambil salah satu novel yang memang belum pernah kubaca. “tidak menarik!!” gerutuku. Kuhenyakkan tubuhku ke kasur. Entah kenapa perasaanku selalu saja kesal akhir-akhir ini. Kekesalan ini telah hinggap sejak kemarin. Ingin kuberusaha untuk ikhlas tapi entah mengapa setan di sebelahku ini terlalu hebat mempengaruhiku. Sudah kucoba untuk mengalahkannya dengan melakukan aktifitas lain, tapi hasilnya nihil.

Kuhiraukan siapa saja yang memangilku sedari tadi. Dan berharap Via maupun Ify tak tiba kerumahku hari ini di saat perasaanku yang sedang tak bersahabat ini. Hujan semakin deras mungkin terasa cukup dingin. Tapi tidak! Bagiku. Semakin deras hujan maka semakin kencang kuputar kipas angin di kamar kakakku yang berputar- putar dengan kecepatan tinggi tepat berada di atasku. Yah! Kamar kakakku ‘Rio’ yang kini tengah berada di kampus.kulirik gitar ungu miliknya dengan tempelan harimau yang siap menggigit siapa saja yang memegangnya. Kuambil gitar berjuta tempelan itu. lalu kumainkan asal-asalan, sekuat-kuatnya hingga bunyi gitar itu tak enak untuk didengar berharap agar ibuku tau perasaanku saat ini. Kulampiaskan kekesalanku pada gitar malang itu hingga salah satu dari senar pada gitar itu putus. Aku malah senang dan tersenyum sinis kepadanya seolah-olah dialah penyebab kekesalanku.

Aku telah pusing bagaimana cara menghilangkan rusuh di dalam diriku ini. Ku pejamkan mata berharap bisa terbang kealam mimpi. Tapi tetap saja tak bisa.

“tok…tok..tok..permisi…!!!” kudengar ketukan dari pintu depan tak sedikitpun hatiku berniat untuk membukanya, derap langkah menuju pintu ku dengar, dan ku tangkap percakapan samar antara ibuku dan seseorang yang suaranya asing bagiku. Tapi firasatku mengatakan bahwa dia adalah orangnya!. Dan meskipun ia tak tau apa-apa sekarang pemuda itu adalah musuhku!. Kusimak lagi pembicaraan dari luar sana, walau suara pemuda itu terdengar ramah, tapi tak juga membuat rasa kesal di dada ini hilang.

“silakan… ini kamarnya…” kini ibuku berbicara pada pemuda itu dan aku tau persis dimana posisi ibu dan pemuda itu sekarang. Yahh!! Mereka di kamarku!!!. Kamar yang kucintai, yang kusayangi, bersih indah dan rapi, kamarku surgaku*lebayy *. Kini telah berubah menjadi “Kamarku Nerkaku” . Ini semua karena si KUCRUT RIO. Jerit hatiku. Dan kini aku sadar inilah penyebab kekesalanku beberapa hari ini.
*di ruang makan itu,*
Ulah Rio yang membuat ibuku kaget setengah mati setelah ia mengatakan ia tak sengaja menabrak seseorang dan kini di rawat dirumah sakit. Ingin rasanya kuremuk wajahnya seperti kaleng minuman, lalau akan kutendang ia jauh jauh. Alasan pertama, karena ia tak tau diri! Ibuku hanyalah seorang single parents yang bekerja sebagai guru di Sekolah Dasar. Yang gajinya tak seberapa. Kedua, karena otak Rio yang mampet! *emang WC * jadi ia nggak diterima di universitas negri dan masuk ke universitas swasta yang biayanya selangit. Ketiga, karena Rio tak tau diri menabrak orang hingga ibuku harus membayar semua uang perawatan sebagai ganti rugi dari kecerobohan Rio. Dan karena Rio pula aku harus berada di kamar nerakanya, yang super berantakan apalagi ditambah dengan barang-barangku ungsikan kekamarnya ini. Yah! Dikarenakan kamarku dikontrakan! Untuk menambah uang perawatan rumah sakit orang yang ditabrak Rio. Dan bukan kamarnya!!!. Dan alasan terakhir ini yang membuatku paling marah kepadanya. Aku harus sekamar dengannya. Ibuku telah menyarankan agar ia tidur di ruang tamu saja selama ada yang mengontrak kamarku. Padahal ruang tamu kami cukup lapang.
Kamar ibuku? Emh… terlalu sempit untuk berdua. Disana hanya ada satu tempat tidur kecil khusus untuk satu orang. Saat ayahku masih ada kamar Riolah yang di tempati ibuku dan almarhum ayah. Sedangkan kamar sempit itu adalah milik Rio. Ibu juga mengusulkan agar Rio kembali kekamarnya dulu dan aku bersama ibu akan menempati kamar Rio sekarang. Tapi aku tak setuju, aku takut ibuku akan sedih bila kembali menempati kamar itu lagi. Yah balaik menuju usulan agar Rio tidur di ruang tamu, ehh malah dengan tak tau dirinya ia berani-beraninya nolak!. Dengan ekspresi tak tertebak ia mengambil 2 buah triplek dari gudang dan memaku triplek itu di tengah tengah kamarnya.

“nah!, kalo ginikan pantas bu,” ucap makhluk aneh itu sumringah saat memamerkan hasil karya bakat terpendamnya menjadi seorang tukang instant. Dan terbentuklah dua buah ruangan di dalam kamarnya yang cukup luas itu.

“yang di ujung kamar baru Shila, dan yang di dekat pintu jadi kamar gue.” Selanjutnya ia mendorong sebuah triplek yang sedikit menjorok, kemudian mendorongnya.
“TaaaRaaa…!!! Ini kamar lo, gue bikin khusus ala pintu jepang, kayak pintunya nobita gitu, lo kan suka ama doraemon” tambahnya cerecos.

Aku hanya menatap lelaki itu dengan sejuta ekspresi. Saat itu entah mengapa ia terkesan begitu bangganya dengan buah karyannya. Setelah kejadian kamar baru buatan Rio ibu malah langsung menyuruhku untuk memindahkan barang-barangku kekamar sempit yang sedang kutempati sekarang ini. Ingin rasanya kupatahkan dan kuhancurkan gitarnya yang sedari tadi gambar harimau bertaring itu seolah-olah menatapku dengan garang dan tau akan fikiranku yang amat teramat kesal dan benci kepada majikannya. Ku temukan sebuah sepidol di lantai dengan tulisam ‘PERMANEN’ senyum dendam ku lucurkan seperti meriam yang sigap meluncurkan peluru kematiannya. Dan tanpa berfikir panjang dengan baik hatinya langsung ku renovasi sang gitar. Gambar harimau kurang ajar itu kini berubah menjadi sosok tak meakutkan lagi. Ia tak berani melayangkan tatapan garangnya lagi kearahku karena bentuknya kini telah mirip seperti seekor hamster. ‘RASAKAN…!!!’ ucapku pada si hamster jadi-jadian itu yang tadinya jelmaan dari seekor harimau. Belum puas dengan itu kutambah lagi dengan mencoret-coret sisi lain pada gitar itu. ‘RIO KAMAR LO SUMPEK’ ‘RIO I HATE YOU’, RIO..RIO…..!!!!!
Telah penuh badan gitar itu dengan coreng moreng yang kubuat. Dan maaf KAU menjadi pelampiasanku gitar!!. Tanggung bisik setan di sebelah kiriku. Aahhhaaa….! Ku raih gitar itu lalu kelemparkan gitar itu keudara setinggi-tingginya hingga melewati batas triplek antara kamarku dan kamarnya. “PRAKkkkk!!!” suara berdegum terdengar dari balik triplek itu. mungkingitar itu kini sedang tengkurap di atas lantai. melihat gitar itu menderita aku merasa bahagia seakan akan aku telah mengania Rio.

Derap langkah tertangkap lagi oleh telingaku dan kini di iringi gelak tawa dua makhluk yang sudah ku hapal suaranya siapa lagi kalau bukan si oknum pemilik kamar dan temannya Alvin!. Oknum pembawa rusuh itu akhirnya pulang juga. Tegr sapa antara Alvin, Rio, Ibu ku dengar mungkin kini mereka tengah bercakap dengan si perebut kamarku yang entah siapa namanya.

“gue Iyel” ku tengar suara si perebut kamar ,perkenalkan diri ke Rio dan Alvin yang baru datang. Emh… siapa namanya tadi? Kabel ya!! batinku.

“yo, gue pinjem gitar lo dong” kata Alvin

“ambil aja ndiri di kamar” sahut Rio

Gawat Alvin sedang menuju kemari, langsung kuraih gembok dan mengunci pintu ala doraemon itu agar si empunya gitar nggak bisa nerobos masuk. “Grekkk” pintu kamar terbuka dan aku mengintip dari celah triplek . dan ku dapatkan ekspresi shock Alvin saat melihat gitar yang sudah coret moret dengan tulisan bak pendemo ditambah dengan senar gitarnya yang terkulai-kulai tak berdaya. Sementara Alvin kini menuju ruang tamu dan mengangkat gitar itu setingginya dan memperlihatkannya pada Rio, Gabriel dan tante Ira yang sedang berada di ruang tamu itu.

“gila…!!! Monster apa yang nganiya gitar gue, jangan-jangan dikamar gue ada teroris lagi ngajukan aksi DEMO!’ ucap Rio berteriak agar monster di kamar itu mendengarkannya dan bergegas menuju kamarnya.

“aduh, yo jangan dilawan adikmu ya… dia masih ngambek tadi aja nggak mau sekolah’ ucap ibu takut Shila yang nantinya akan di aniaya Rio. Rio menganguk kecil dan menuju kamarnya.
“baru tau gue ada emaknya monster di sini, woi buka pintunya!” teriak Rio sambil mengtok pintu ala doraemon itu.

“Shilla…Shilla…Shilla…buka nggak!!!” teriaknya dengan sedikit nada mengancam.

Aku malah senyam senyum sendiri senang melihat kemarahan Rio. Rio melompat dari kamarnya menuju kamarku yang hanya di batasi triplek tak begitu tinggi. Bunyi berdegum kudengar saat ku membalikan badan sejurus kemudian Rio sudah berada dihadapanku.

“lo apain gitar gue?” tanyanya mengintrogasi.

“gue aniaya!!! Penderitaan gitar lo belum seberapa dengan penderitaan gue.” Sedetik kemudian aku tak tahan membayangkan gitar yang terkulai lesu itu. lalu akupun teryawa terpingkal-pingkal. Rio yang melihatku tertawa juga ikutan tertawa. Ha…hahaha…hahaa.. tawa kami membuncah di kamar. Di ruang tamu ibu, Alvin dan Iyel hanya mengeleng-gelengkan kepala mendengar apa yang telah terjadi di kamar itu. Iyel semakin penasaran dengan gadis yang bernama Shila itu. Telah seharian Iyel di rumah kontrakan barunya itu. fikirannya masih berkeliaran memikirkan bagaimana rupa gadis yang bernama Shilla itu.

“woi, Rio matiin tu kipas, gue dingin tau…!!!” aku berteriak dan kugedor dinding triplek pembatas.

“gue panas tau, habis latian footsal tadi, ni pake selimut gue” ucap lelaki yang merangkap sebagai kakakku itu sambil melempar selimutnya melewati triplek.

“najis gue, pake selimut apek lo” ujarku sambil melempar kembali selimut itu.

“nyantai aja Shil, muka ganteng gue kena nih!” jawab Rio

“Rasain lo, udah kecium belom bau apek tuk selimut!!!’ timpalku bahagia.

“hei hei tengah malam kok masih juga berantem sih?” ucap ibu dari luar saat mendengar pertikaian kami.

Kuputuskan untuk keluar membawa bantal dan selimut.

“eh… mau kenama lo” Tanya Rio sok perhatian kepadaku.

“males gue tidur dekat manusia alien kayak lo” jawabku padanya dengan penuh kekesalan kepadanya.

“Oooo!!!!’ jawab Rio yang membuat hatiku semakin kesal.

“lo, nggak mau ngalah sama gue???” timpalku lagi.

“nggak!!!” ucap Rio yang seenak jidatnya.

“kakak macam, apa lo?, kakak BRENGSEK!!!” ucapku sambil membanting pintu kamar.

Ibuku tak mau ambil pusing dengan perang dunia kami. Sementara dikamar yang berbeda ada seseorang yang tersenyum mendengar percekcokan kami. Aku menuju sofa tamu dan meletakan selimut dan bantalku disana. Dasar!!! Rio Brengsekkk!!!. Lirihku setengah menagis.

“ah, cengeng lo, sono masuk kekamar biar gue yang disini.” Ucap Rio yang kini telah berada di belakangku sambil membawa bantal.

Aku tetap pada pendirianku. Ku jawab pertanyaannya dengan diam di balik selimut. Tak tau apa yang dikatakannya lagi karena aku telah tertidur.

*pagi*
Hari masih pagi sekali. Gabriel keluar dari kamarnya dan melihat dua kakak beradik yang tengah terlelap di sofa, setelah perang tengah malam kemarin. Tapi sayang wajah Shila tertutupi selimut, ia hanya tersenyum melihat tingkah dua kakak beradik ini. Iapun menuju kamar mandi.
*sekolah*
“Ooo!!!”itu jawaban singkatku setelah Ify dan Via bersusah payah menceritakan tentang anak baru di kelas sebelah dengan semangat yang mengebu-gebu.

“lo ngga tertarik Shil?” Tanya Ify mamastikan
Setelah pelajaran usai aku memilih untuk tetap di sekolah. Langkah kakiku mebawaku ke kebun sekolah yang tampak sangat asri. Aku duduk di sebuah batu sambil menikmati sapaan angin.

“emh…emh…” terdengar deheman dari belakangku.
Aku menoleh ke belakang untuk melirik sekilas, dan kudapati seorang pemuda dibelakangku. Ia berjalan mendekatiku. Ia semakin mendekat seketika itu aku membaca nama pemuda itu pada ID Card yang menggantung dibajunya. “Gabriel S.D.”. tak mau di ganggu kuteruskan lamunanku.

“hey, kenalin gue Gabriel” ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Shila” jawabku.
“ngapain sedirian disini? Masalah kamarkah? Kalo lo keberatan gue ngontrak kamar lo gue bisa kok cari kontrakan lain ” tanyanya sok kenal.

Kontrakan?. Ow jangan-jangan ni dia oknum pengontrak kamar gue. Perasaan namanya kabel. Emh..Gabriel sama kabel 11, 12 lah. Ujarku dalam hati.

“jadi lo yang ngontrak di rumah gue?, lo nggak perlu pindah kok ibu gue lagi butuh baget uang ” ucapku cepat.

“waktu gue kecil dulu hidup gue boleh dikatakan melarat Shil, dirumah gue Cuma ada dua kamar. Sedangkan gue 9 bersaudara” Gabriel curcol.

“ah?........ 9..!!!? ” tanyaku tak percaya aku aja yang Cuma berdua hebohnya minta ampun apalagi 9 apa jadinya?.

“dan gue anak pertama. Kebayang nggak gimana sesaknya kamar gue?” Tanya Gabriel kepadaku. Aku hanya mendengarkan tak percaya.

“gue tidur bareng 5 saudara gue shil, 6 tambah gue dalam satu kasur. Mala gue tidur di karpet. Tapi gue nggak masalah, biarlah kamar kita sesempit apapun asalkan hati kita lapang semua pasti menyenangkan.” Ia kembali berbicara.

Aku hanya diam. Benar ucapannya. Aku kurang bersukur.

“thanks ya…kita seumuran tapi gue salut sama kedewasaan lo, nggak kayak kakak gue” ucapku dengan nada mengutuk pada saat menyebut nama Rio.

“gimana kalo lo tukeran aja sama Rio, biar lo aja yang jadi kakaknya gue. Jadi lo genap 10 bersaudara. Hehehehe..” ucapku bercanda.
Gabriel hanya tersenyum dengan penuh wibawa.

“’pulang bareng yuk!
Aku langsung beranjak dari batu yang kududuki. Dan menaiki motor Gabriel yang terparkir tak jauh dari tempatku duduk tadi. Saat aku melewati gerbang aku melihat Ify dan Via. Mereka sedang berada di parkiran karena sehabis pulang sekolah mereka piket lebih dahulu.

“gue, duluan ya... ucapku pada mereka berdua.”
Mereka malah merespon dengan tatapan melongo tak jelas membuatku heran. Setelah kuingat-ingat kejadian pagi tadi saat mereka menceritakan tentang anak baru bernama Gabriel dan hanya kurespon dengan satu huruf ‘O’. sekarang pasti mereka heran kenapa aku bisa pulang bareng sama Gabriel.

“thanks ya atas kata bijak lo, semoga gue bisa kayak lo. agar semuanya terasa indah.” Acapku padanya.

“lo, pasti bisa kok…” jawabnya.


_The and_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mu(t)heNote : Bangga itu

Ngekos bareng bang Apin ( Republik Idola seri 1)

Orang yang pertama