Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Kenapa Harus Aku # 2

"Segitu bencinya lo ke gue?" Kak Rio mengulangi pertanyaannya. Sedang aku masih terpaku mentapnya.   "Gue lagi malas ribut Kak, permisi" jawabku dan langsung pergi. Entah mengapa aku malas berlama-lama dengannya.   Duduk di atas anak tangga seperti ini lebih menyenangkan. Saat tak ada seorang pun yang berlalu-lalang karena sekolah telah sepi. Aku hanya diam, lagi-lagi tak tau apa yang harus kulakukan.   "Lo ngapain disini? Bukannya semua orang di aula udah pulang?" tiba-tiba saja Kak Patton sudah duduh di sebelahku.   "Kakak sendiri kok masih disini?" aku balik bertanya.   "Tadi gue ada urusan, nih udah mau pulang, lo mau pulang bareng gue?" Tanya Kak Patton lagi.   "Oh, emh. . . Gak usah deh kak, makasih" jawabku.   Lalu kami pun berjalan bersama menuju gerbang sekolah.   "Lo yakin nggak mau bareng gue?" tanya Kak Patton lagi memastikan sambil mengendarai motornya.   "Rumah gue dekat ko Kak...

Kenapa Harus Aku #1

Emh, kau tau aku sedang apa? Aku tengah duduk didepan ruang kelaku yang terkunci dengan maksud berteduh dari guyuran air hujan yang beberapa hari ini terus saja melanjarkan aksi demonya di pagi, siang dan malam. Kau tau? Ini adalah persinggahan ke duaku berteduh dari guyuran hujan soreini. Setelah sedari tadi aku berkeliling mencari seseorang yang selalu saja mengubah janji seenak hatinya. Sepeda yang sedari tadi setia menemani perjalananku kesana kemari kini telah basah dengan air hujan. Emh, bukan sepedaku, lebih tepatnya sepeda pinjaman. Kau tau apa yang kulalui hari ini? Yah aku tau, pastinya kau akan menjawab tidak tahu. Aku engang dengan apa yang terjadi hari ini. Aku bosan dengan segala permainan yang mereka lakukan. Permainan yang sungguh tak berbobot. Jika aku jadi mereka kelak, takkan kutiru sedikitpun. Sudah! Usahaku telah cukup. Biarlah mereka...! Dengan gaya meningginya. Tanpa kusadari air mataku pun keluar seiring dengan mengucurnya air hujan. Ku usap air matak...

Kenapa Harus Aku #2

Aku terus saja mengikuti langkah Kak Rio dengan tangannya yang masih memegang tanganku dengan seisi aula yang mencuri lihat ke arah kami. Sekarang kami telah berada di luar aula dan aku tak tahu apa yang dilakukannya setelah itu. Aku tak tahan lagi menahan menahan rasa kesal ini. Kuleparkan tanganku dari genggaman Kak Rio seiring dengan air mataku yang mulai keluar. "Argh! Gue muak sama sikap lo! Gue benci kenapa harus lo yang jadi kakak tingkat gue! Gue benci lo! Lo tau? Gue udah ngorbanin nggak kerja hanya demi nyari tanda tangan lo yang nggak berarti itu. Demi rasa hormat gue kesenior. Tapi apa? Lo. . . Lo itu. . . Aish!!!" ujarku padanya mengutarakan rasa jengkelku padanya. Dan lagi-lagi aku pergi meninggalkannya yang terdiam menatapku. *** aku pergi menyusuri koridor kelas lagi-lagi dengan mengusap air mataku. "Brukkk!" aku tak sengaja menabarak seseorang. Hingga barang yang dibawanya terjatuh. "Maaf" ujarku spontan. Sementara ...