Kenapa Harus Aku # 2
"Segitu
bencinya lo ke gue?" Kak Rio mengulangi pertanyaannya. Sedang aku masih
terpaku mentapnya.
"Gue lagi malas ribut Kak, permisi" jawabku dan langsung pergi. Entah mengapa aku malas berlama-lama dengannya.
Duduk di atas anak tangga seperti ini lebih menyenangkan. Saat tak ada seorang pun yang berlalu-lalang karena sekolah telah sepi. Aku hanya diam, lagi-lagi tak tau apa yang harus kulakukan.
"Lo ngapain disini? Bukannya semua orang di aula udah pulang?" tiba-tiba saja Kak Patton sudah duduh di sebelahku.
"Kakak sendiri kok masih disini?" aku balik bertanya.
"Tadi gue ada urusan, nih udah mau pulang, lo mau pulang bareng gue?" Tanya Kak Patton lagi.
"Oh, emh. . . Gak usah deh kak, makasih" jawabku.
Lalu kami pun berjalan bersama menuju gerbang sekolah.
"Lo yakin nggak mau bareng gue?" tanya Kak Patton lagi memastikan sambil mengendarai motornya.
"Rumah gue dekat ko Kak, gue duluan ya Kak" jawabku dan pergi.
***
Hari Minggu itu sungguh menyenangkan. Aku bisa terhindar dari hiruk-pikuk sekolah. Meski tidak bisa ku pungkiri masa orientasi sekolah yang akan terus berjalan selama 6 hari ke depan. Terserahlah aku tak peduli lagi. Yang penting hari ini bisa kerja full di Bloom's Cafe. Kubenahi diriku sebelum berangkat kerja.
"Ibu, Ayah... Shilla pergi kerja dulu ya. Doain Shilla biar dapat uang yang banyak..." ujarku pada figura tak bernyawa itu. Figura yang di dalamnya terdapat foto orang yang amat ku cintai. Ayah dan Ibu meski telah tiada tapi tetap ada di hatiku. Selamanya.
Kuletakan figura itu dengan hati-hati. Lalu ku kunci pintu rumah. Rumahku hanya sebuah rumah mungil tempat aku, Ayah dan Ibu dulu pernah menjalin kisah keluarga disana.
***
"Shilla udah datang..." ujar Ify semangat saat aku telah tiba di bloom's cafe.
"Lo kangen ya sama gue" jawabku sambil tersenyum kearahnya.
"Hei, kangen-kangenannya nanti, sekarang buruan bersih-bersih dulu" ujar Kak Obiet sambil memberikan kain lap dan semprotan pembersih ke arah kami berdua.
Aku membalikan tulisan yang tadinya Close menjadi Open yang tergantung di pintu masuk. Aku senang bisa menjadi kariawan di Bloom's Cafe karena disini aku merasa tak sendiri. Aku mempunyai keluarga baru disini. Ada Ify, Kak Obiet dan kariawan lainnya yang begitu ramah dan baik hati.
"Gue lagi malas ribut Kak, permisi" jawabku dan langsung pergi. Entah mengapa aku malas berlama-lama dengannya.
Duduk di atas anak tangga seperti ini lebih menyenangkan. Saat tak ada seorang pun yang berlalu-lalang karena sekolah telah sepi. Aku hanya diam, lagi-lagi tak tau apa yang harus kulakukan.
"Lo ngapain disini? Bukannya semua orang di aula udah pulang?" tiba-tiba saja Kak Patton sudah duduh di sebelahku.
"Kakak sendiri kok masih disini?" aku balik bertanya.
"Tadi gue ada urusan, nih udah mau pulang, lo mau pulang bareng gue?" Tanya Kak Patton lagi.
"Oh, emh. . . Gak usah deh kak, makasih" jawabku.
Lalu kami pun berjalan bersama menuju gerbang sekolah.
"Lo yakin nggak mau bareng gue?" tanya Kak Patton lagi memastikan sambil mengendarai motornya.
"Rumah gue dekat ko Kak, gue duluan ya Kak" jawabku dan pergi.
***
Hari Minggu itu sungguh menyenangkan. Aku bisa terhindar dari hiruk-pikuk sekolah. Meski tidak bisa ku pungkiri masa orientasi sekolah yang akan terus berjalan selama 6 hari ke depan. Terserahlah aku tak peduli lagi. Yang penting hari ini bisa kerja full di Bloom's Cafe. Kubenahi diriku sebelum berangkat kerja.
"Ibu, Ayah... Shilla pergi kerja dulu ya. Doain Shilla biar dapat uang yang banyak..." ujarku pada figura tak bernyawa itu. Figura yang di dalamnya terdapat foto orang yang amat ku cintai. Ayah dan Ibu meski telah tiada tapi tetap ada di hatiku. Selamanya.
Kuletakan figura itu dengan hati-hati. Lalu ku kunci pintu rumah. Rumahku hanya sebuah rumah mungil tempat aku, Ayah dan Ibu dulu pernah menjalin kisah keluarga disana.
***
"Shilla udah datang..." ujar Ify semangat saat aku telah tiba di bloom's cafe.
"Lo kangen ya sama gue" jawabku sambil tersenyum kearahnya.
"Hei, kangen-kangenannya nanti, sekarang buruan bersih-bersih dulu" ujar Kak Obiet sambil memberikan kain lap dan semprotan pembersih ke arah kami berdua.
Aku membalikan tulisan yang tadinya Close menjadi Open yang tergantung di pintu masuk. Aku senang bisa menjadi kariawan di Bloom's Cafe karena disini aku merasa tak sendiri. Aku mempunyai keluarga baru disini. Ada Ify, Kak Obiet dan kariawan lainnya yang begitu ramah dan baik hati.
Pukul 08.00 WIB pengunjung cafe masih tidak terlalu rami
hanya ada sekitar sepuluh orang saja yang sedang menikmati hidangan. Tak lama
setelah itu pintu cafe terbuka. Sekitar lima orang pemuda seusiaku memasuki
pintu cafe. Dari pakaian yang mereka kenakan aku bisa menebak kalau mereka
habis jalan pagi. Aku mengamati mereka dari jauh, sementara Ify telah
menghampiri pemuda-pemuda itu untuk mencatat pesanan. Sepertinya aku mengenal
beberpa dari pemuda itu. Ternyata aku benar, aku mengenal mereka. Itu adalah
Kak Rio, Cakka, Iyel, Patton dan Alvin. Aku baru tahu ternyata Kak Patton juga
berteman akrab dengan mereka.
“Shill, lo kok benggong aja? Bantuin gue ngnterin makanan
ke meja itu” ujar Ify yang sukses membuat lamunanku buyar.
“Ahh? Gue?” tanyaku memastikan
“Iya, emang siapa lagi. Emang lo disini bos?” ujar Ify
jengkel.
“Bukan gitu Fy, tapi mereka itu...”belum sempat aku
menyelesaikan kalimatku Ify sudah memberikan nampan berisi beberap minuman. Dengan
berat hti aku pun menurutinya.
“Ini minumnnya, selamat menikmati” ujarku pada merek
sementara Ify sudah berbalik ke dapur.
“Lo kerja disini Shill?” tanya Kak Patton saat
mellihatku. Sementara empat yang lain jug meliht kearahku.
“Iya Kak” jawabku singkat
“Anak SMA Cendana juga?” kini Kak Iyel yang bertanya.
“Iya Kak” aku menjawab dengan jawaban yang sama.
“Temannya Via ya? Via itu adek angkat gue” Kak Alvin ikut
bicara.
“Iya Kak” jawabku lagi berusah sesopan mungkin. Padahal aku
berharap bisa cepat-cepat kabur dari situ.
“Bukannya Kakak tingkat lo Rio kan?” Tanya Kak Cakka. Aku
hany binggung ingin menjawab apa. Dari sudut mataku kulihat Kak Rio tak
berekspresi.
“Permisi dulu Kak” jawabku disertai anggukan dri mereka.
Aku kembali menuju dapur, dalam hati aku ingin sekali
mengutuk Ify yang menyuruhku mengantarkan minuman kesana. Tapi kuurungkan
niatku tersebut lantaran bukan salah Ify juga. Toh tugas kariyawan memang itu. Sementra
di sisi kanan cafe terdapat sebuah pnggung kecil dan sekarang Kak Obiet sedang
asyik menyumbangkan lagu untuk para pengunjung. Tepuk tanggan penonton pun
mengakhiri nyanyian Kak Obiet yang memang memiliki suara yang merdu.
“Kali ini saya akan berduer dengan adik saya tersayang,
Ashilla....” kalimat Kak Obiet sontak membuatku terkejut. Aku telah biasa
bernyanyi bersama Kak Obiet. Tapi kali ini susnany berbeda. Aku tidk bisa
bernyayi di depan para senior-seniorku. Ahh, aku binggung harus melakukan apa.
“Buruan Shill”
Ujar Ify.
“Shilla... Shilla...Shilla” dan tanpa ku duga Kak Patton
telah bersorak-sorak dari bangkunya sementara empat yang lain menatapnya heran.
TBC
Komentar
Posting Komentar