TIGA
"Tapi Bu..." Nena ingin mencoba membela diri.
"Tidak ada tapi-tapian cepat hormat ke bendera!" bentak Bu Ijah. Pasrah tapi tak ikhlas akhirnya gadis itu menurut lalu berdiri di samping Digta hormat ke bendera.
"Lo kelas XII yah?" Tanya pria itu tanpa merasa bersalah.
"Hn" jawab Nena singkat.
"Kok gue nggak pernah liat ya?" Gadis itu hanya diam ia masih merasa kesal dengan ketidakadilan yang baru saja menimpanya.
"Nama lo siapa? Kok lo nggak tenar. Buktinya gue aja nggak kenal" pria itu kembali berucap. "Hei jawab dong"
Nena tetap bungkam, tiga tahun ia di sekolah ini baru sekali ini ia di hukum. Satu jam pelajaran telah berakhir. Telah 45 menit Nena berdiri di lapangan. Matanya mulai berkunang-kunang. Pagi tadi ia hanya sarapan sandwich, karena Damar telah menjemput ia tak jadi membawa bekal. Ditambah jam istirahat tadi ia tak sempat ke kantin karena ada harus mengantarkan buku ke perpustakaan.
"Eh, lo kenapa?" tanya Digta.
"Brukk...!" sedetik kemudian Nena pun ambruk untung tangan Digta cepat mengakapnya. Bu Ijah segera keluar dari kantor dan menyuruh Digta mengangkat Nena ke UKS. Untungnya tubuh Nena tegolong kecil sehingga Digta mudah mengangkatnya.Petugas UKS segera memberi pertolongan pertama kepada Nena. Nena yang tak kunjung kembali ke kelas tentu membuat Bu Santi khawatir beliaupun menugaskan Dami untuk pergi mengecek Nena di kamar mandi. Setelah mendapat informasi dari teman kelas lain akhirnya Dami menuju UKS untuk melihat kondisi Nena yang tak kunjung sadarkan diri.
"Kita mesti telpon orang tuanya" perintah ibu Ijah.
"Jangan Bu" ucap Dami tiba-tiba. "Ibu Nena sudah meninggal, ayahnya ada tugas ke luar kota" Dami mencoba menjelaskan.
"Kamu temannya Nena, cepat kesini. Jadi siapa yang bisa kita hubungi?" tanya Bu Ijah lagi.
"Biar saya telpon kakaknya Bu" Dami lalu menelpon nomor kak Farhan. Tapi tidak ada jawaban. Lalu ia mencoba menelpon Kak Riga. Hasilnya tetap sama. Telpon tidak diangkat sepertinya mereka berdua sedang kuliah. Akhirnya Dami pun menelpon ayahnya untuk menjemput Nena.
"Gimana Dami?" Bu Ijah kembali bertanya.
"Nggak diangkat Bu, biar Nena di bawa ke rumah sakit saja. Ayah saya sedang diperjalanan kesini" jawab Dami.
"Dami..." panggil Nena lirih.
"Iya Na, kamu udah sadar? Kepala kamu masih pusing?" tanya Dami sambil memegang dahi sahabatnya itu. Nena lalu mengangguk lalu memejamkan matanya kembali.
"Dia emang sering pingsan?" Dami pun menoleh ke sumber suara. Ia baru menyadari ternyata Digta juga berada di dalam ruang UKS.
"Kepala Nena nggak bisa kena sinar matahari langsung. Sensitif sama panas matahari, biasanya dia selalu pakai topi kalau sedang di lapangan" jawab Dami.
"Olahraga? Dia pake topi juga" tanya Digta lagi.
"Iya, beberapa guru sudah tau kok, dan ngasih izin Nena pakai topi waktu olahraga"
"Ohhh, kok Bu Ijah nggak tau sih? Kan dia yang hukum si Nena?" ucap Digta lagi setelah Bu Ijah keluar dari UKS.
"Lo tau sendiri kan Bu Ijah guru baru disini, Bu Ijah juga nggak pernah ngajar kelas gue"
"Ohh" respon Digta.
"Halo Pa, Dami di ruang UKS pa, dari gerbang papa lurus aja" ucap Dami ketika ayahnya telah tiba di sekolah. Beberapa menit kemudian ayah Dami tiba di UKS dan langsung membawa Nena ke rumah sakit. Nena hanya diperiksa dokter dan diberi obat lalu diperbolehkan istirahat di rumah.
"Lo nginap di rumah gue aja ya Na" pinta Dami.
"Nggak usah deh Dam gue di rumah gue aja, tadi kak Farhan juga dalam perjalanan pulang"
"Lo serius Na nggak di rumah gue aja?"
"Gue udah nggak apa-apa kok. Makasih ya Dam, makasih ya Om Reza" ucap Nena amat berterima kasih.
***
Farhan sedang berkutat dengan disainnya di labor komputasi. Suasa hening semua mahasiswa berkonsentrasi membuat disain sesuai dengan petunjuk Pak Yaya. Pak Yaya dosen yang paling ditakuti mahasiswa karena beliau yang suka membentak dan mengusir mahasiswa apabila terjadi kesalahan sekecil apa pun termasuk bunyi handphone. Jika terdengar bunyi handphone di dalam kelas maka sudah dipastikan nilai yang akan keluar di akhir semester nanti adalah 'E'.
Jam perkuliahan pun berakhir, semua mahasiswa bersuka cita akan berakhirnya kelas Pak Yaya. Sekeluarnya Farhan dari kelas ia pergi membeli air mineral lalu mengecek handphonenya. Ada tiga panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak di kenal. Lekas Farhan langsung menghubungi nomor itu.
"Halo kak Farhan, ini Dami Teman Nena. Nena pingsan di sekolah. Sekarang lagi di rumah sakit Darul Hasan Kak" ujar suara di seberang sana tergesa-gesa.
"Halo Kak, ini Nena. Nena nggak apa-apa kok Kak" Nena lekas mengambil ponsel dari temannya itu. Ia tak mau Kak Farhan terlalu cemas.
"Kakak segera sana ya. Kamu tunggu di sana"
***
"Sorry ya Dek, Kakak nggak angkat telponnya Dami tadi waktu kuliah" ucap Farhan merasa bersalah kepada adiknya setiba di rumah.
"Aduh, biasa aja kali Kak, Nena kan juga nggak apa-apa. Ini udah sehat kok"
"Besok kamu nggak usah masuk sekolah dulu ya Dek"
"Kak Farhan gimana sih? Besokkan hari minggu" Jawab Nena sambil tertawa.
"Assalamualaikum" terdengar ucapan salam dari luar.
"Waalaikumsalam" jawab Farhan lalu bergegas menuju pintu.
"Kamu temannya Nena yang tadi pagi kan?" Ucap Farhan.
"Iya Kak saya Damar, Nenanya ada Kak?"
"Lo mar?" Nena muncul di depan pintu. Lalu mereka berdua pun duduk di teras rumah.
"Ini nasi uduk buat lo Na, biar cepat sembuh"
"Wah, makasih banyak ya Mar.Kak Farhan....!!! Damar bawa nasi uduk mau nggak?" ucap Nena pada kakaknya yang telah masuk ke dalam rumah.
"Wah kebetulan nih perut lagi keroncongan" ucap Farhan lalu ikut bergabung dengan Nena dan Damar duduk bersila di teras rumah sambil menikmati nasi uduk ibunya Damar.
"Kak Riga kok belum pulang Kak? Udah mau magrib gini" ujar Nena sambil menyuap makananya.
"Kayak nggak tau Riga aja" jawab Farhan.
"Setuju...setuju" ujar Damar sambil mengangguk.
"Emang kamu tau Mar? Riga itu gimana?" Tanya Farhan pada Damar yang sok tau.
"Taulah Kak Nena kan sering cerita sama gue, sama Dami juga"
"Eh, udah mau Magrib, gue pulang dulu ya Na, Kak Farhan" Damar lalu mengendarai sepedanya menuju rumah.
"Kak" ujar Nena sambil melihat langit yang mulai berwarna jingga.
"Apa..."
"Meskipun rumah kita dulu lebih bagus, dan mewah dari rumah ini. Tapi Nena nyaman dan bahagia bisa tinggal disini Kak. Sederhana tapi bahagia" ujar Nena sambil menatap Farhan sambil tersenyum.
***
Tak terasa seminggu telah berlalu itu artinya belajar tambahan untuk anak kelas XII akan dimulai dalam minggu ini.
"Nena nanti pulangnya jam 17:30 Kak" ujar Nena sambil memasang tali sepatu.
"Kok lama?" Tanya Riga yang tengah memanaskan motornya.
"Kelas tambahan udah dimulai dalam minggu ini kak, Kak Ayah apa kabar yah? Udah hampir semiggu nggak kasih kabar" ucar gadis itu.
"Udah jangan di pikirin, mending kamu sekolah yang rajin" Jawab Riga.
"Yuk Kak Nena udah siap" Ujar Nena lalu lekas mengambil helm dan berangkat ke sekolah di antar kakak pertamanya.
"Lo bawa bekal kan Na?" Tanya Dami yang selalu tiba lebih dulu dari Nena.
"Iya Dam, lo juga kan?" Nena lalu meletakan tas ranselnya.
"Istirahat nanti kita ke kantin ya Na. Bekalnya buat kita makan waktu istirahat kedua aja"
"Sip deh Dam, Damar mana kok belum datang?" tanya Nena.
"Tau tu Na, bentar lagikan masuk"
"Hai Selamat pagi...!" ujar Damar sambil menenteng sebuah Box.
"Apaan tu Mar?" tanya anak-anak satu kelas pada pria yang baru muncul itu.
"Teman-teman karena nanti kita bakal pulang sore, gue jualan nasi uduk nih, 5000 doang kok!" ucar Damar bersemangat.
"Gue beli satu dong Mar. Tadi gue nggak sempat sarapan" ujar Annisa.
"Gue 2 Mar" ujar Kiki yang berbadan gempal.
"Eh Apaan nih rami-rami" tanya Kasih anak kelas sebelah.
"Jualan Nasi uduk Kas" jawab Damar. Akhirnya anak kelas sebelah pun menyerbu nasi uduk Damar.
"Nena, Dami... Bantuin dong" Damar setengah berteriak. Akhirnya kedua gadis itu membantu Damar melayani pelanggan. Tepat bel berbunyi, disaat itu pula danganan damar hambis. 30 bungkus nasi uduknya laku terjual.
"Gimana pas nggak uangnya" Tanya Nena.
"Iya ntar nasi ludes uangnya kurang" sambung Dami.
"145, 150 pas! " ucap Damar."Makasih ya udah bantuin gue. Gue nggak nyangka bakal laku dalam sekejap" ucap Damar lagi.
"Traktiran di kantin jangan lupa" Ucap Dami pada Damar.
"Ok entar gue yang traktir"
"Eh Pak Anto udah datang tuh. Sttt...! " Nena mengingatkan kedua sahabatnya itu.
Setalah disiapkan dan berdoa pelajaran fisika dengan pak Anto dimulai. Pak Anto mulai membahas soal-soal UN tahun sebelumnya.
"Ya coba dari jawab soal Nomor satu" Ujar pak Anto menunjuk Annisa di barisan paling depan sebelah kanan.
"Hasil pengukuran pada alat ukur disamping adalah A. 6,36 Pak" jawab Nisa.
"Yang lain apa jawabnya? Sama tidak dengan Nisa?" Tanya Pak Anto pada siswa yang lain.
"Sama Pak?"
"Jalan mencarinya mengerti?"
"Mengeri Pak" ujar satu kelas serentak.
"Coba kamu Damar jelaskan" Pak Damar menunjuk Damar.
"Langkah pertama dicari skala utamanya (SU) lalu nanti ditabahkan dengan Skala Nonius (SN) atau skala yang garisnya berimpit. Sebelum ditambahkan SU dan SN. SN dikali 0,01 terlebih dahulu" tukas Damar panjang lebar.
"Benar sekali Damar, oke lanjut soal nomor dua" Pak Anto lalu menunjuk Ega yang duduk disebelah Nisa.
40 soal ujian nasional tahun lalu telah terbahas dalam waktu tiga jam pelajaran. Pak Anto telah menugaskan siswa-siswinya untuk mengerjakan soal tersebut di rumah. Saat ada soal yang dianggap sulit oleh siswa pak Anto pun menjelaskannya dengan rinci. Bel istirahat pun berbunyi, setelah memberi pekerjaan rumah untuk siswanya Pak Anto pun keluar dari kelas di ikuti oleh siswa-siswa yang ingin menuju kantin.
"Bakso 2 jus jeruk dua, milkshake coklat 1, siomay satu ya Bu" ujar Nena pada ibu kantin. Lalu ketiga sahabat itu segera mencari meja yang nyaris hampir penuh.
"Itu disana kosong" Damar menunjuk meja di paling pojok.
"Lah itu ada orangnya" kata Nena saat ada seorang pria duduk di meja dengan empat buah kursi.
"Nggak apa-apa kesana aja yuk, nggak ada tepat lagi Na, Mar" Dami mulai menarik ke dua temannya itu.
"Eh, lo Dig? Boleh gabung? Udah penuh semua soalnya" ujar Dami lagi ketika mengetahui pria itu adalah Digta pria itu hanya menggangguk dan melanjutkan makannya tanpa merasa terganggu apa lagi basa-basi menawarkan makanannya.
Akhirnya pesan ketiga sahabat itu tiba.
"PR kimia kapan dikumpul?"Nena membuka pembicaraan sambil menikmati siomaynya.
"Kata Pak Yuki nggak dikumpul Na, cuma nanti kita bahas sama-sama di kelas" jawab Dami. "Mau nyicip nggak Na, milkshake coklatnya enak banget" sambung Dami.
"Yah, lo Dam Nena pake ditawarin coklat-coklatan ya mana mau dia" Ucap Damar lalu memasukan satu bulatan bakso ke dalam mulutnya.
"Haha, iya Dam, Nena mah Aneh coklat kok nggak suka" Dami menimpali.
"Hei lo berdua, kok jadi bahas gue sama coklat? Nggak penting banget" Nena mulai protes. Merasa meja ini terlalu berisik dan makanan yang disantapnya telah habis Digta pun pergi meninggalkan ketiga sahabat itu tampah sepatah kata pun.
"Eh pergi dia"
"Ke ganggu kali sama kita"
"Tau ah, nggak usah di pikirin juga"
***
Farhan sedang di atm mengambil uang hasil penjualan motornya seminggu yang lalu. Akhirnya lelaki ini menemukan ruko di dekat kampus yang akan ia sewa. Tadi ia mendapat telpon dari Riga tentang Figo kenalanya Riga yang akan menutup warnetnya lantaran ia akan pindah. Seminggu yang lalu Figo menikah, dan memutuskan membuka usaha warnet di sekitar tempat mengajar istrinya. Karena istrinya yang telah menjadi PNS tentulah Figo yang harus mengalah untuk pindah mengikuti sang istri. Demi terjadinya hubungan yang harmonis dan tentunya terhindar dari LDR.
Setelah mengambil uang di bank, Farhan segera menuju lokasi.
"Kenalin Mas, ini Farhan saudara gue" ucap Riga yang telah lebih dahulu tiba, lalu memperkenalkan Farhan.
"Figo" Figo lalu menjabat tangan Farhan.
"Langsung aja ya Mas, tentang berapa harga sewanya setahun?" ucap Riga tanpa basa-basi.
"Setahun sewanya Delapan Juta" ujar Figo.
"Aduh kurangin dong Mas" Pinta Farhan.
"Itu udah murah, Ruko lain 10-12 jutaan setahun" kata Figo lagi.
" Mas Figo, kita kan udah kenal lama, lagian gue juga paling sering kesini bareng anak-anak, enam juta gimana Mas?" Riga ikut ambil andil dalam sesi tawar menawar.
"7 juta setahun? Gimana deal?"
"Ya sudah, 7 juta saja buat kalian berdua. Ini harga persahabatan yah Rig, mana ada Ruko segede ini disewa 7 juta setahun" Ucap Figo lalu proses transaksi selesai dan besok Farhan sudah bisa menempatinya.
"Thanks ya Rig" ucap Farhan sambil menepuk bahu saudaranya itu.
"Hm, jadi rencana lo mau buka apa?" tanya Riga.
"Gue mau buka usaha percetakan Rig, mulai dari undangan sampai ke jualan pin, mug disain gitulah Rig"
"Oh, bagus deh kapan lo bakal beli peralatannya?"
"Mungkin besok, gue ansur-ansur dulu Rig belinya modal gue cuma ada 20jutaan. Itu pun harus beli printer yang bagus, mesin pembuat pin, Mug polos, dll. Belum cetak brosur lagi" ujar Farhan lalu naik ke atas motornya. "Gue duluan ya, ada kelas soalnya" sambungnya lagi lalu bergegas menuju kelas.
***
"Buruan udah mau adzan nih" Nena menyuruh Dami cepat-cepat menuju masjid sekolah.
"Iya...iya ini gue udah selesai wudhunya" Dami lalu berlari mengejar Nena.
"Gue pegang lo" ucap Damar tiba-tiba.
"Berani lo gue tendang...!" ucar Dami emosi.
"Tu anak gak pernah gue liat solat" ujar Damar saat melihat Digta dan anak buahnya di parkiran.
"Udah, nggak usah urusin orang kaya gitu, buruan yuk" Ajak Nena. Lalu mereka memasuki masjid untuk solat asar. Lalu mereka akan lanjut belajar tambahan lagi. Pukul 17:20 Siswa kelas XII selesai belajar tambahan.
"Aduh kalo gini terus lelah hamba ya Allah" ucap Damar sambil mengambil tas ranselnya.
"Buruan yuk, naik mobil gue aja kebetulan gue di jemput"
"Beneran?" tanya Nena.
"Alhamdulillah, gue hemat ongkos" ujar Damar. Lalu mereka segera menuju parkiran dan pulang ke rumah masing-masing.
"Assalamualaikum" ujar Nena lalu ia melihat Riga yang tengah tertidur di sofa.
"Tumben Kak Riga ada di rumah" ucapnya pelan sambil menaruh sepatunya di rak sepatu.
"Makan gih sana" ujar Riga yang ternyata belum tidur sepenuhnya.
"Kak Riga masak?" tanya Nena sambil melihat isi tudung di meja makan.
"Hn" jawab pria itu masih terkantuk.
"Sejak kapan kak Riga bisa masak ayam bakar?" ucap Nena sambil tertawa saat melihat ada kantung belanja yang bertuliskan 'Ayam Bakar Mas Jarwo'. Dilihatnya kakaknya telah tertidur. Nena lalu menganti seragamnya lalu mandi. Beberpa menit kemudian adzan magrib pun berkumandang. Selesai solat ia baru mengisi perutnya yang keroncongan.
"Kak Farhan mana Kak?"
"Farhan ada urusan, malam ini mungkin dia nggak pulang" jawab Riga sambil menonton bola.
"Terus, Kak Riga juga bakal keluyuran malam ini?" tanya Nena sambil melahap nasi dan ayam bakarnya.
"Malam ini off dulu keluyurannya" jawab Riga.
"Syukur deh kalo gitu, Nena ada temannya di rumah"
"Kak Riga..." ucap Nena lagi.
"Apa?"
"Makasih yah kadonya, Nena suka deh miniatur rumahnya, shabby shic pula" ujar gadis itu.
"Hn" Jawab Riga singkat. Dalam hatinya ia pun senang adik bungsunya menyukai hadiah yang ia berikan. Meski ia terbilang cuek tapi Riga tetap tau kesukaan adiknya itu. Nena yang hobi dengan segala yang berhubungan dengan interior rumah, dunia arsitek, tentunya sangat senang.
#TBC
Komentar
Posting Komentar