Cerbung: Hei-Culinery #2
P~Setiap detik mengisahkan kisah, tiap menit mengisahkan tawa ditiap 06:25 ku ~
Heina menaiki bus dan semua bangku telah terisi. Yah hari pertama sekolah setelah libur panjang tentulah pemandangan bus yang sesak seperti ini sudah biasa. Halte berikutnya adalah halte tepat di depan SMA Bakti Negara 1. Heina mulai gelisah ketika tak kunjung menemukan dompet di tasnya. Mungkinkah hari pertama sekolah ia telah dicopet? Ia memeriksa sekali lagi, berharap bisa menemukan dompet kuningnya, bagaimana ia membayar bus jika dompetnya tidak ada. Apa yang harus ia lakukan?
"Ongkosnya Neng" kata bapak petugas Bus sekali lagi.
"Sebentar Pak" Heina kembali mengacak-acak isi tasnya.
Bus berhenti tepat di halte SMA Bakti. Heina semakin panik.
"Ini Pak untuk tiga orang, sama adik yang satu ini" ucap pemuda berjas rapi memberikan ongkos ke petugas bus.
"Ayo cepat turun, sekolah disini kan?" ucap pemuda itu pada Heina. Heina mengangguk.
"Terimakasih banyak Kak, terimakasih" ucap Heina pada pemuda itu.
"Ini kenalkan adik saya" ucap pemuda berdasi itu sambil melirik ke arah adik laki-lakinya.
"Heina"
"Megan" ucap lelaki itu mengacuhkan tangan Heina yang ingin berjabat. Pemuda berjas rapi itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah adik bungsunya.
"Desa" pemuda berdasi itu menjabat tangan Heina. Berharap perempuan di depannya itu tidak kecewa dengan tingkah sang adik.
"Heina kelas berapa? Baru masuk juga?"
"Iya kak, Aku kelas X-G"
"X-G? Gold? Wow pasti kamu anak yang cerdas"
"Terimakasih pujiannya Kak, Megan kelas berapa?" Heina balik bertanya, meskipun ada sedikit kesal dengan adik lelaki pria ramah di depannya ini.
"X-S" jawabnya singkat.
"Nah, Megan, Heina Kak Desa harus berangkat kerja dulu. Heina tolong bantu Megan yah. Dia susah bersosialisasi, ketus, judes" Ucap Desa ke Heina sambil tersenyum. Sedang Megan hanya diam tanpa ekspresi.
Mereka berdua memasuki sekolah, meski tak ada pembicaraan sampai keduanya tiba di kelas masing-masih.
***
SMA Bakti Nusantara 1 merupakan sekolah ungulan dan sering dinobatkan sebagai sekolah menengah ke atas. Sekolah ungulan dengan fasilitas nomor 1 tentulah membuat sekolah ini mahal. Dan hanya mereka yang berduit saja yang bisa bersekolah disini. Heini dan ibunya bukanlah orang kaya seperti siswa-siswi yang lain. Lastri keukeh ingin menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik meskipun ia harus banting tulang mencari uang. Demi Heina dan pendidikannya apa pun akan dia lakukan.
Heina terperangah melihat ruang kelas barunya yang sangat berbeda dari ruang kelasnya di bangku SMP. 25 Bangku dan meja dari kualitas kayu terbaik tersusun rapi dikelas lengkap dengan Ac, TV LCD, infokus, pengeras suara, speaker, mading kelas, hingga loker siswa. Heina mengambil kunci loker di tasnya No. 21 tertulis Aisyah Heina Lasmi di pintu loker menandakan loker itu miliknya. Begitu pula di meja dan bangku bertuliskan nama siswa.
Heina menuju bangkunya, menggantukan tas ranselnya di sisi kiri meja. Sebelas orang siswa telah tiba pagi itu. Tapi tak satu pun yang bertegur sapa. Sibuk dengan ponsel mahalnya masing-masing. Heina ingin menyapa mereka, tapi ia urungkan niatnya takut-takut respon mereka sama seperti Megan. Ini sekolah elite sekolah orang kaya dan biasanya orang kaya itu kurang ramah itulah kesimpulan yang diambil Heina pagi ini.
Hari pertama sekolah siswa baru dikumpulkan di auditorium berkenalan dengan tenaga pengajar, peraturan sekolah, hingga diajak berkeliling sekolah mengenalkan fasilitas-fasilitas sekolah yang serba mewah.
Hari pertama, Hanya satu nama yang dikenal Heina. Yaitu Megan. Sepertinya ia tidak berhasil bersosialisasi dengan anak-anak orang kaya ini.
"Astaga" Heina kembali mengacak-acak isi tasnya. Mencari ponsel untuk menelpon ibu. Bagaimana ia pulang ke rumah kalau uang saja tidak punya. Kelas telah sepi siswa-siswi yang lain telah pulang. Heina masih bingung memikirkan nasibnya yang tidak punya yang sepeser pun.
"Heina"
"Ibu, kok bisa disini?" sontak Heina terkejut melihat sosok ibunya di pintu kelas. Lalu segera mendekati ibunya.
"Dompet Heina ketinggalan Bu di atas kasur"
"Ia makanaya ibu kesini, kamu pasti nggak punya uang"
"Kok ibu tau kelas Heina?"
"Ini Nak Megan yang ngantarin ibu kesini"
"Megan?" Heina terkejut Megan yang ia kenal tadi pagi mau mengantarkan ibunya ke kelas ini.
"Iya teman kamu kan? Anaknya ganteng baik lagi, kamu udah punya teman aja di hari pertama" ucap ibu sambil tersenyum jahil.
"Teman? Iya Bu dia teman Heina" jawab Heina ragu-ragu. Setidaknya hanya Megan siswa yang ia kenal di sekolah ini. Meski ia tak menjabat uluran tanganya. Dia masih bisa dikatakan teman bukan?
*Apartemen Darian Star Group Lantai 12
"Cepat bangun!" kakak berparas tampan itu membangunkan adik lelakinya.
"Megan Cepatlah, kamu mau disiram dengan air?"
"Oke-oke aku bangun! Puas?" hari masih pukul 05:30 lelaki itu mendumel kesal dengan kecerewetan kakak lelakinya. Sepertinya ia lebih ceriwet dari ibu-ibu.
"Hari ini kakak antar kamu ke sekolah, kita naik bus" ucap Desa di meja makan.
"Apa? Bus? Hello please Kak aku nggak pernah naik buk, sumpek! Bau!"
"Karena kamu nggak pernah naik bus makanya hari ini kita akan tambah daftar pengalaman kamu Megan. Pengalaman naik transportasi umum" Jawab Desa sambil tersenyum dan mengigit roti di depannya.
Megan memang terkenal dengan anak yang pembangkang, nakal tapi ia sangat sulit menolak perintah kakaknya. Perkasa Desa Darian kak satu-satunya, keluarga satu-satunya yang ia miliki saat ini. Ibunya meninggal saat melahirkannya, lalu sang ayah Pak Angkasa Darian menikah lagi. Megan di kecil dirawat oleh sang nenek begitu pula dengan Desa. Ayah mereka sibuk bekerja dan sibuk dengan keluarga barunya, meski dari segu materi kedua kakak beradik ini sangat berkecukupan tapi dari segi kasih sayang orang tua mereka sangat miskin akan itu. Karena itu Megan sangat menghormat kakaknya apalagi sejak neneknya meninggal 6 bulan yang lalu. Separuh jiwanya berasa hampa, ia pun tak mau kehilangan Desa. Meskipun ia adalah tipe adik lelaki yang menyebalkan tapi ia sangat menyayangi kakaknya.
Dua kakak beradik ini menaiki bus, selang beberapa menit kemudian bus berhenti di halte berikilutnya. Seorang gadis manis mengenakan seragam yang sama dengan salah satu dari mereka. Desa sang kakak sedari tadi memerhatikan gadis yang tegak tepat disebelahnya membongkar isi tas seperti mencari sesuatu.
"Astaga, dompet ayolah kamu dimana" Desa mendengat gadis itu berucap pelan.
"Ongkosnya Neng" Petugas Bus meminta ongkos pada gadis disebelahnya. Gadis itu tampak makin panik.
"Ini pak ongkosnya bertiga, sama adik yang satu ini" Desa menyerahkan uang ke petugas bus.
Megan tak ambil pusing dengan percakapan sang kakak dengan gadis bus yang tidak punya uang. "Gadis bus tanpa uang" begitulah ia memberi gelar perempuan yang sedang berbicara dengan kakaknya.
Megan tiba di ruang kelasnya X-S-IX. Di sekolah ini ada sepuluh kelas kelas sepuluh. Satu kelas Gold X-StarGold dan kelas X-Silver dari I sampai IX. Kelas X-S-IX bisa dikatakan kelas dengan seleksi. 'uang' sedangkan kelas yang lainnya memang murni selesai akademik dan uang juga tentunya. Kelas X-S-IX berisi anak-anak orang kaya yang umumnya dipaksa orang tua mereka bersekolah disana.
"Hai Megan Aku Tania" ia beru memasuki ruang kelas, tiba-tiba saja seorang gadis yang tidak ia kenal menyapa. Megan tak mengubrisnya.
"Kamu Megan anak Dari an Star Group?" tanya wanita yang satunya lagi.
"Star Group? Wow? Dengan mobil apa kamu kesini?" ucap gadis yang satu lagu ikut tertarik mengerumbuni meja Megan.
"Hei, lihat tasnya merek asli dari paris"
"Jamnya, sepatunya..." satu kelas yang kebetulan berisi 20 wanita itu heboh seketika. Megan merasa muak dengan ocehan mereka dan memilih pergi ke luar kelas.
"Wanita di sekolah ini menyebalkan" runtuknya dalam hati.
Jam istirahat ia memilih untuk tetap di kelas. Sepi ia suka suasana ini tanpa hiruk pikuk suara wanita yang sibuk menanyakan merek-merek barang yang ia gunakan.
Sekolah usai untuk hari ini. Megan bergegas ke parkiran. Deren pasti sudah menunggunya. Ia tadi menelpon Deren teman satu genknya untuk menjemputnya di sekolah. Karena Megan tidak mau pulang dengan bus kota.
Benar saja Deren sudah berada di gerbang sekolah. Ia sedang bercakap dengan seorang ibu.
"Lo tau gak Gan anak ibu ini namanya Heina" ucap Deren pada Megan.
"Iya kenal sama Heina tidak Nak? Anak ibu tadi dompetnya ketinggalan"
"Heina gadis bus tanpa bus" gumam Megan dalam hati.
"Tau Bu, sini saya antar" ucapnya lagi entah kenapa hatinya tergerak ingin menolong ibu ini.
"Siapa namanya Nak?"
"Megan Buk"
"Satu kelas sama Heina?"
"Enggak Bu, ini kelasnya Bu. Saya permisi dulu"
"Makasih ya Nak Megan"
Megan lalu kembali menghampiri Deren.
"Udah langsung punya cewek baru lo Gan? Siapa namanya tadi? Heini?"
"Heina" jawab Megan singkat.
"Cantik nggak? Pasti cantik kan? Buktinya lo langsung ingat namanya" sambung Deren lagi.
"Udah ah, yuk cabut!"
Komentar
Posting Komentar