Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

Mu(t)heNote: Dua Puluh Satu

Duapuluh Satu Tentang kata yang tak tau harus diucap darimana. Diawal, diawal, atau di akhir. Entalah. Tentang kata ingin yang tak tahu harus dimulai darimana dan tentang kamu semua yang bergelayut dipikiranku. Tentang duapuluh satuku yang sebentar lagi. Tinggal beberapa puluh jam saja. Tinggal beberapa hari saja. Tentang duapuluh satu ku yang membuatku semakin berpikir tentang kau wahai diri. Hai diri, kau kian menua dan semakin dekat dengan kata mati itu... Hai diri, aku sangat menyayangimu, mari kita menjadi sesorang yang lebih baik lagi... Selamat ulang tahun untukmu diri, ruh, semua panca indraku, sel hingga organ tubuhku. Telah 21 tahun kita bersama. Senang bersama kalian. Tanpa ada kalian tentulah tubuhku akan mati seutuhnya. Dan terima kasih untukmu Tuhanku, Allah SWT terima kasih masih memberiku nyawa selama 21 tahun ini. Terimakasih atas semua yang telah Kau berikan secara cuma-cuma. Semoga rasa cinta ini akan semakin besar untukMU. Tentang duapuluh satuku, yang entah k...

Kutipan Novel Tere Liye

“Kau tahu, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya. “Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh." --Tere Liye, novel "Negeri Di Ujung Tanduk",

Ada kalanya

Ada kalanya berjalan sendirian itu terasa menyenangkan. Melangkah terus ke depan tanpa ragu. Seolah tak ada rintangan. Ada kalanya berjalan sendirian itu terasa menyenagkan. Kau bisa melangkah sesuka hatimu tanpa ada hambatan. Ada kalanya berjalan berdua itu menyenangkan. Berjalan, bercengkramah bersama diantara berisiknya jalan. Ada kalanya juga sendiri itu lebih baik dari pada berdua. Saat berdua yang terlalu membuatmu bergantung padanya. Membuatmu selalu menanti menunggu kabarnya. Atau menanti malam spesialmu dengan dia setiap minggunya. Dan aku lebih memilih sendiri. Melangkah sendiri meski  di jalanan asing yang jarang kulalui.  Sehingga aku bebas kemana saja tanpa seorang pun yang mengenaliku. Berjalan, sesekali berhenti melihat dagangan yang di jajahkan di pinggir jalan. Berjalan lalu memperhatikan sekitar. Mengamati aktivitas orang yang berbeda-beda. Anak-anak jalanan, bapak pemulung yang tengah mengais sampah untuk pendapatannya hari itu. Itulah hidup yang sebenar...