Mu(t)heNote: _ _ _ _ _
oleh Mutiara Kurniati (Catatan)
pada 31 Desember 2012 pukul 22:57
Semua yang telah kita kerjakan pastinya berefek pada diri
kita. Begitu pula denganku saat ini. Hei jangan berpikir yang macam-macam dulu.
Kuberitahu saja ini bukan tentang acara bakar bakaran ataupun kembang api. Buku. Yap, banyak buku yang sudah ku beli tapi belum sempat kubaca. Dan saat libur seperti inilah waktu yang tepat. Seperti yang kukatakan tadi. Segala yang telah kita lakukan secara tidak langsung akan berefek pada diri kita. Lumayan banyak buku yang kubaca bertemakan sosok seorang ayah. Begitu pun buku yang baru ku baca tadi. Oleh karena itu spesial untuk malam ini di sela-sela bunyi kembang api yang mulai diluncurkan sebagai kembang api 'permulaan' di luar sana. Aku akan menceritakan sedikit tentang ayahku.
Emh, dari novel yang kubaca dapat kusimpulkan. Ternyata banyak penulis yang memiliki cerita yang sama tentang mereka dan ayahnya.
Di halaman awal-awal aku merasa salah satu kisah mereka sama denganku. Ayah yang selalu memintaku menginjak punggung beliau apabila telah terlalu letih bekerja. Tapi bedanya dalam cerita yang ku baca penulis saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Bagaimana denganku? Aku sekarang telah menjadi mahasiswa. Sampai sekarangpun ayah masih memintaku menginjak pungungnya.
Setiap aku sedang menginjak punggung beliau. Tak jarang aku berkata kalau itu tidak baik untuk oragan tubuh ayah. Begitu kata guru biologiku.
Lembar berikutnya dapatku simpulkan bahwa semua penulis itu berprestasi. #Ya iyalah# bukanh maksudnya banyak dari mereka yang berprestasi, menjadi juara juara kelas. Tapi tak sekalipun ayah mereka mengucapkan ucapan pujian atau selamat yang mereka dambakan.
Menurutku ayahku 'berekspresi' meski tidak mengucapkan kata "selamat ya Nak" tidak, ayahku tidak seformal itu orangnya. Ayah lebih suka mengekspresikannya dengan "gurauan khas" ayah.
Saat bagi rapor ayah akan memintaku mengambilkan kaca mata dan mulai memeriksa rapor kami. Ngomong-ngomong soal rapor aku jadi rindu saat-saat menerima rapor.
Kaku, yap banyak dari cerita yang kubaca mereka merasa kaku dengan ayah. Kurasa aku terkadang juga mengalaminya. Kurasa wajar sekarang tak seperti dulu saat aku masih duduk di bangku SD hingga Mts aku suka sekali mengajak ayah jalan-jalan keliling kota bengkulu malam hari dengan motor. Tentulah kedua adikku tak mau ketinggalan. Meski terkadang hanya berkeliling jalan raya melihat lampu-lampu jalan.
Aku masih ingat waktu itu banyak lampu-lampu jalan yang baru di pasang di pinggir-pinggir jalan. Dengan berbagai bentuk, bentuk pohon kelapa, bunga raflesia, lampu sorot kudah. Lalu aku memelas ingin jalan jalan malam itu. Saat ayah tanya mau kemana. Dengan polos ku jawab aku belum pernah melihat lampu jalan itu menyala. Lagi-lagi ayah menuruti permintaanku melihat lampu jalan yang indah itu.
Bersambung. . . .
Mendadak jempol saya pegel ngetik note ini. Judulnya juga belum dikasih. Hehe
Salam tulis,
Mu(t)heSai
Komentar
Posting Komentar