Mu(t)heNote: Takbiran part II -Selalu Itu-
Gema takbir
dihantarkan udara kegendang telingaku. Seharusnya itu bisa membuat hati siapa
saja yang mendengarnya tenang. Lalu kenapa aku ingin marah-marah saja? Apa ada
yang salah dalam diriku. Uhh, kurasa ini adalah faktor eksternal yang
"mereka" buat. Lelucon yang mereka anggap sepeleh. Atau
pertanyaan-pertanyaan yang selama ini tak ingin ku dengar. Jika bisa aku lebih
memilih amnesia. Daripada harus mendengar itu, itu, dan itu.
Lelucon yang mereka anggap sepeleh itu. Ternyata berhasil menggores iba dihatiku ini. Tentu mereka tak tahu. Dan tak kan pernah tahu. Karena itu "sepeleh"
saat melihat ekspresiku berubah mereka lalu saling bertanya. Kenapa? Kenapa? Kenapa? Aku muak! Sungguh muak.
Haruskah mereka yang memiliki keunggulan itu mengucilkan seseorang yang biasa saja. Atau mungkin dibawah standar? Harus? Haruskah itu?
Emh, mereka memanggil nama ku. Entah sudah berapa kali. Sayang, tulang pendengaranku sepertinya akan mulai menulikan panggilan dari mereka. Hanya memanggil tanpa maksud yang jelas!
Aku tak mau semua itu diungkit. Itu hanya membuat pupus semangatku. Padahal impian itu salalu berjalan-jalan difikiranku. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Baru aku akan melupakannya. Mereka kembali mengungkitnya. Mencongkel lagi. Ahh!
Inilah aku. Lalu kalian Mau APA?! Aku tak bisa menjadi seperti 'dia' atau 'dia' atau siapapun.
Temanku pernah mengatakan aku bukanlah tipe orang yang sensif. Jujur aku jarang marah, terkadang jika ada orang yang mengatakan sesuatu tentangku. Masa bodoh! Aku tak peduli. Tau jika memang sedang bercanda. Akupun bisa menerima itu sebagai gurauan belaka. Lalu bagaimana dengan ini? Entah, akupun tak tahu.
Aku mungkin juga tipe orang yang suka "memendam rasa". Kupendam, toh akhirnya aku akan lupa sendiri. Bila hatiku iba mendengar penuturan mereka. Aku hanya diam dan berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Aku memang suka "memendam rasa" tapi tak lama bahkan aku bisa menghilangkannya dalam hitungan menit saja. Dan semuanya akan terlupakan.
Hey, sepertinya hatiku telah netral kembali. Mungkin sebentar lagi aku akan melupakannya. Melupakan kejadian yang tadi kualami menghapus penuturan mereka. Dan menghapus semuanya. Dengan menulis aku merasa semuanya plong! Aku cinta, cinta menulis. Meski itu adalah tulisan yang tak penting bagi orang lain. :)
Bisakah ku buktikan pada mereka?
Lelucon yang mereka anggap sepeleh itu. Ternyata berhasil menggores iba dihatiku ini. Tentu mereka tak tahu. Dan tak kan pernah tahu. Karena itu "sepeleh"
saat melihat ekspresiku berubah mereka lalu saling bertanya. Kenapa? Kenapa? Kenapa? Aku muak! Sungguh muak.
Haruskah mereka yang memiliki keunggulan itu mengucilkan seseorang yang biasa saja. Atau mungkin dibawah standar? Harus? Haruskah itu?
Emh, mereka memanggil nama ku. Entah sudah berapa kali. Sayang, tulang pendengaranku sepertinya akan mulai menulikan panggilan dari mereka. Hanya memanggil tanpa maksud yang jelas!
Aku tak mau semua itu diungkit. Itu hanya membuat pupus semangatku. Padahal impian itu salalu berjalan-jalan difikiranku. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Baru aku akan melupakannya. Mereka kembali mengungkitnya. Mencongkel lagi. Ahh!
Inilah aku. Lalu kalian Mau APA?! Aku tak bisa menjadi seperti 'dia' atau 'dia' atau siapapun.
Temanku pernah mengatakan aku bukanlah tipe orang yang sensif. Jujur aku jarang marah, terkadang jika ada orang yang mengatakan sesuatu tentangku. Masa bodoh! Aku tak peduli. Tau jika memang sedang bercanda. Akupun bisa menerima itu sebagai gurauan belaka. Lalu bagaimana dengan ini? Entah, akupun tak tahu.
Aku mungkin juga tipe orang yang suka "memendam rasa". Kupendam, toh akhirnya aku akan lupa sendiri. Bila hatiku iba mendengar penuturan mereka. Aku hanya diam dan berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Aku memang suka "memendam rasa" tapi tak lama bahkan aku bisa menghilangkannya dalam hitungan menit saja. Dan semuanya akan terlupakan.
Hey, sepertinya hatiku telah netral kembali. Mungkin sebentar lagi aku akan melupakannya. Melupakan kejadian yang tadi kualami menghapus penuturan mereka. Dan menghapus semuanya. Dengan menulis aku merasa semuanya plong! Aku cinta, cinta menulis. Meski itu adalah tulisan yang tak penting bagi orang lain. :)
Bisakah ku buktikan pada mereka?
Komentar
Posting Komentar