Mu(t)heNote: Aku dan Ibu



oleh Mutiara Kurniati (Catatan) pada 13 Oktober 2011 pukul 19:17
Sepuluh hari lagi hari kelahiran ibuku. Lahirnya ibu beberapa puluhtahun silamlah yang membuatku ada disini.

Sayup-sayupku dengar ibu tengah mengaji di ruang tamu. Dan aku hanya dikamar. Setengah jam lalu aku habis berbuka bersama semangka. Setelahnya ku tunaikan solat magrib dan kini aku tengah menulis. Menulis untuk ibuku.

10 menit sebelum berbuka. Ibu melihat raut kusam di wajahku saat sedang berada di dapur.

"Ibu juga baru pulang" ujar beliau seakan bisa menerka fikiranku. Tepatnya secercah rasa kesal. Munkin karena aku terlampau letih hari ini. Pergi saat matahari masih enggan bertugas dan pulang saat bola raksasa itu kembali kepenciptaNya.

Ku tahu ibu juga lelah. Lelah dengan tugas-tugas sekolah sehingga harus pulang pergi ke Diknas. Aku memang kesal. Sungguh tak untukmu.

Ibu langsung membuka kulkas dan mengambil sekantong tahu untuk di digoreng agarku bisa menyantapnya. Beberapa menit kemudian adzan berkumandan. Kubaca doa berbuka. Tanpa meminum air putih langsung kucomot potongan-potongan semangka merah dihadapanku.

Ibu masih memasukkan potongan tahu putih itu ke penggorengan. Sembari menunggu ibu menggiling cabe.

"Nanti saja Bu, hari sudah magrib"ujarku

"Tanggung, sebentar lagi" jawab ibu sambil terus menggiling cabe.

Yah, ibuku...
Beliau menunda perintah Allah hanya untuk membuatkan makanan untuk anaknya.

Oh, ibu aku sangat menyayangimu...
Sangat dalam...

Ibu, ibu mungkin bisa dikatagorikan guru yang galak. Yah, tentu karena suara ibu selalu bergema di setiap sudut sekolah.

Pernah temanku mengira bahwa aku di rumah adalah anak yang disiplin. Rajin belajar, jarang menonton, tidak boleh ke luar rumah atau apalah itu. Yang jelas presepsi mereka akhirnya kalah dengan realita. Ketika mengenal seluk beluku.

Tak ada pengekangan, apalagi pemaksaan dalam belajar. Tak pernah ibu menyuruhku untuk belajar. Ibu tahu aku bukan anak kecil lagi yang harus diatur. Tak ada larangan bagiku untuk aku pergi kemanapun. Semua karena ibu percaya padaku.

Aku yang memang lebih menyukai berdiam diri di dalam rumah. Karena rumahku surgaku. Semegah, seindah apapun orang lain. Aku tetap cinta rumahku. Meski kamarku tanpa keramik ataupun pelafon. Aku sungguh sayang kamarku. Meski hanya separuh yang tertoreh cat hijau. Aku. . . Aku tetap cinta.

Ibu, jasamu seluas samudra
kasihmu seluas alam raya
cintamu setinggi langit ke tujuh...
Anugrah terindah dalam hidupku karena ku bisa bersamamu.

*kabur ke dapur pengen makan* haha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mu(t)heNote : Bangga itu

Ngekos bareng bang Apin ( Republik Idola seri 1)

Orang yang pertama