Cuplikan 4 Diary Kian
Hari itu tiba, hari pertama aku resmi menjadi siswi. Aku berangkat ke sekolah bersama Gio dan Finan. Yah, selain bertangga aku, Gio dan Finan pun sudah sangat akrab. Berjalan bersama menuju sekolah bersama teman sungguh sangat menyenangkan. Saat perjalanan kami tinggal beberapa meter saja. Kuliat ada beberapa orang polisi di depan sekolahku. Kulihat ada seorang ibu menangis di sebelah anaknya karena cacian dan ibu yang lain.
Aku, Gio dan Finan hanya berpandangan. Tak mengerti apa yang sedang terjadi. Mungkin ada yang terluka parah fikirku. Tapi tak satupun dari orang-orang di sana yang terlihat terluka. Karena banyak siswa-siswi yang keluar dari pekarangan sekolah, ibu gurupun menyuruh kami masuk dan berbaris di lapangan karena sebentar lagi upacara akan dimulai.
Kulihat ibu yang menagis di sebelah anaknya tadipun, menyuruh anaknya ke sekolah. Oh, aku baru sadar anak laki-laki itu menggunakan seragam yang sama denganku.
Upacara telah selesai. Saatnya aku memasuki kelas baruku. Sengaja aku memilih bangku di nomor 2. Menurutku itu tempat yang strategis. Sementara Gio dan Finan sengaja memilih bangku di paling belakang. Kulihat anak itu memasuki kelas, lalu ia duduk tepat di belakangku. Akhirnya aku mendapatkan teman baru di hari pertama ia. Panggil ia Mai. Dia adalah teman sebangkuku, kulitnya putih, wajahnya cantik dan rambutnya ikal sebahu.
Hari pertama ini adalah hari perkenalan. Ibu guru memanggil nama kami satu persatu dan tiap siswa harus memperkenalkan diri di depan kelas. Meski ada beberapa dari teman sekelasku yang tak mau maju memperkenalkan dirinya. Dan akhirnya aku tau nama anak lelaki itu -Dani-
Hari-hari berikutnya aku sudah mulai belajar menulis angka dan huruf. Aku sempat heran melihat Mei menulis. Ia menulis huruf A sangat besar. Sehing dalam selembar kertas hanya cukup untuk satu huruf. Jika esok harinya lagi Mei akan menulis di lembar yang ia sukai. Jika hari ini ia menulis di lembar pertama buku tulisnya, besok ia akan menulis di bagian belakang atau pertengahan buku itu. Sehingga pelajaran yang ditulisnya tidak berurut.
Terkadang bu guru membawa anak laki-lakinya ke sekolah yang berumur 3 tahun. Setiap kami pasti akan memanggil-manggilnya secara bergantian dengan antusias. Tapi anak bu guru akan mendekat ke meja Dani dan Danipun akan membuatkan pesawat untuknya.
***
Saat aku telah naik ke kelas dua, tak ada perasan cangung lagi. Aku telah berteman baik dengan teman sekelasku. Kali ini kami mendapatkan guru kelah yang pandai menggambar. Sungguh sangat menyenangkan.
***
Tahun telah berganti, aku telah naik ke kelas empat. Dan tapi kali ini Dani tidak duduk di belakangku. Tak masalah bagiku, aku dan Danipun masih tetap akrab. Di tahun ke empat inilah aku mulai menyadari apa yang terjadi.
Komentar
Posting Komentar